Pengendalian hayati dalam pertanian yaitu suatu metode pengendalian
hama (termasuk serangga , tungau, gulma dan penyakit tanaman) yang
bergantung pada predasi, parasitisme , herbivory, atau mekanisme alam lainnya. Merupakan komponen yang penting dari program pengendalian hama terpadu (PHT).
Pengendalian hayati didefinisikan sebagai pengurangan populasi hama
oleh musuh-musuh alami dan biasanya melibatkan campur tangan manusia.
Musuh-musuh alami hama serangga juga dikenal sebagai agen pengendalian
hayati, seperti predator, parasitoid dan patogen. Agensia hayati
penyakit tanaman sering disebut sebagai musuh alami. Pengendalian hayati
terhadap gulma dapat menggunakan herbivora dan patogen tanaman.
Predator seperti kumbang wanita dan lacewings merupakan spesies
bebas-hidup utama yang mengkonsumsi sejumlah besar mangsa selama
hidupnya. Parasitoid adalah spesies yang berkembang pada tahap belum
matang atau dalam serangga inang tunggal, pada akhirnya akan membunuh
inangnya. Sebagian besar memiliki kisaran inang sangat sempit. Banyak
spesies lebah dan beberapa lalat sebagai parasitoid. Patogen penyebab
penyakit organisme yaitu bakteri , jamur dan virus. Patogen-patogen itu
membunuh atau melemahkan inangnya dan relatif spesifik untuk kelompok
serangga tertentu. Ada tiga tipe dasar dari strategi pengendalian hayati
yaitu konservasi, pengendalian biologis klasik, dan augmentasi
(Wikipedia.org)
Perbedaan pengendalian hayati (biological control) dengan pengendalian alami (natural control)
terletak pada ada tidaknya campur tangan manusia. Pengendalian hayati
dilakukan dengan campur tangan manusia pada ekosistem buatan, sedangkan
pengendalian alami berlangsung pada ekosistem alami tanpa adanya campur
tangan manusia. Adanya campur tangan manusia dalam pengendalian hayati
karena dilakukan pada ekosistem buatan yang keseimbangannya relatif
belum stabil dibanding pada ekosistem alami, misalnya ekosistem sawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar